Masyarakat Adat Lampung Pepadun

oleh -2,922 views

Berbagiruang.com – Etnis Lampung yang biasa di sebit Ulun Lampung (Oran Lampung) secara tradisional geografis adalah salah satu rumpun melayu di Pulau Sumatera yang menempati seluruh Provinsi Lampung dan sebagian Provinsi Sumatra Selatan. Secara garis besar, masyarakat asli Lampung terbagi menjadi dua kelompok adat besar, yaitu Pepadun dan Saibatin (Peminggir).

Masyarakat adat Lampung Pepadun merupakan salah satu dari dua Kelompok adat besar dalam Masyarakat Lampung. Pepadun ini mendiami daerah pedalaman atau daerah dataran tinggi Lampung. Berdasarkan sejarahnya, masyarakat pepadun awalnya berkembang di daerah ABung, Way Kana dan Way Seputih (Pubian). Kelompok adat ini memiliki kekhasan dalam hal tantan masyarakat dan tradisi yang berlangsung secara turun temurun.

Keunikan Masyarakat Adat Pepadun

Sama halnya dengan masyarakat adat Saibatin, masyarakat adat Lampung Pepadun juga menganut sistem kekerabatan patrineal yang mengikuti garis keturunan dari Ayah. Menurut masyarakat adat pepadun kedudukan tertinggi dalam satu keluarga berada pada anak laki-laki tertua dari keturuanan tertua. Hal ini disebut sebagai “Penyimbang”. Gelar penyimbang ini sangat dihormati oleh masyarakat adat Pepadun, karena  menjadi penentu dalam proses pengambilan keputusan. Status kepemimpinan adat ini kemudian akan diturunkan kepada anak laki-laki tertua daru penyimbanh, dan seperti itu seterusnya.

Masyarakat adat pepadun berkembang lebih egaliter dan demokratis. Status sosial dalam masyarakat Pepadun tidak semata-mata ditentukan oleh garis keturunan. Setiap orang memiliki peluang untuk memiliki status sosial tertentu, selama orang tersebut dapat menyelenggarakan upacara adat Cakak Pepadun diantaranya Suttan, Raja, dan Dalom.

Nama “Pepadun” ini berasal dari perangkat adat yang digunakan dalam prosesi Cakak Pepadun. “Pepadun” adalah bangku atau singgasana kayu yang merupakan simbol status sosial terntau dalam keluarga. Prosesi pemberian gelar adat (Juluk Adok) dilakukan di atas singgasana ini. dalam upacara tersebut, anggota masyarakat yang ingin menaikkan statusnya harus membayarkan sejumlah uang (Dau) dan memotong sejumlah kerbau. Prosesi ini dilakukan di “Rumah Sessat” dan di pimpinan oleh seorang Penyimbnag  atau pimpinann adat yang posisinya paling tinggi.*